Polairud Lampung Ungkap 7 Kasus Ikan Ilegal, Kerugian Negara Capai Rp9,3 Miliar

IMG_20250425_102037_1~2

Lampung – Dalam periode tiga bulan terakhir, Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Polairud) Polda Lampung berhasil mengungkap tujuh kasus ilegal fishing yang dilakukan dengan metode merusak ekosistem laut. Penindakan dilakukan sejak 24 Februari hingga 24 April 2025, yang melibatkan pelaku dari berbagai daerah.

Kombes Pol Bobby Paludin Tambunan, Direktur Polairud Polda Lampung, menyatakan bahwa pihaknya berkomitmen memberikan tindakan tegas terhadap pelanggaran hukum yang membahayakan ekosistem perairan. “Ada empat jenis pelanggaran utama yang kami fokuskan, yakni penggunaan bom ikan, alat setrum, bahan kimia, serta penggunaan jaring troll yang tidak sesuai dengan aturan,” ujarnya dalam konferensi pers di kantor Direktorat Polairud, pada Jumat (25/4/2025).

Rincian kasus yang terungkap mencakup tiga kejadian penggunaan bahan peledak, satu kasus penangkapan dengan setrum, dua kasus menggunakan bahan kimia, dan empat kasus terkait penggunaan jaring troll ilegal. Sebanyak 10 pelaku berhasil diamankan dalam operasi ini.

Barang bukti yang disita meliputi dua kapal nelayan, 24 detonator, 2,25 kilogram bahan peledak, mesin dinamo, dan dua jaring troll.

Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa para pelaku yang menggunakan bahan peledak sering kali mendapatkan barang tersebut melalui sistem pembelian daring yang tidak transparan, yakni metode cash on delivery (COD), yang mengaburkan identitas penjual dan pembeli. Menariknya, mereka memanfaatkan anak-anak sebagai kurir bahan peledak untuk menghindari kecurigaan petugas.

“Modus ini sangat berbahaya. Anak-anak dijadikan kurir bom ikan dengan risiko besar demi keuntungan ekonomi yang minim,” jelas Kombes Bobby.

Selain itu, dalam kasus penggunaan alat setrum, para pelaku kini menggunakan dinamo inverter yang disambungkan ke genset untuk menciptakan daya listrik yang tinggi, yang lebih berbahaya bagi perairan laut dibandingkan dengan aki tegangan rendah yang biasa digunakan di perairan tawar.

“Kerusakan yang ditimbulkan tidak hanya merusak ikan, tetapi juga menghancurkan terumbu karang yang esensial bagi keseimbangan ekosistem laut,” tambahnya.

Modus penggunaan jaring troll pun mengalami perubahan. Ukuran mata jaring yang lebih kecil, sekitar 0,5 inci, kini digunakan untuk menangkap ikan-ikan kecil yang seharusnya tidak ditangkap. Dalam salah satu pengungkapan, ditemukan bahwa salah satu pelaku berasal dari luar provinsi, yakni Jambi, yang beroperasi secara ilegal di perairan Lampung.

“Praktik ini tidak hanya merugikan ekosistem, tetapi juga memicu konflik antara nelayan lokal dan luar daerah,” ungkap Kombes Bobby.

Dampak ekologis dari praktik ilegal ini sangat merusak, dengan kerusakan habitat laut, penurunan populasi ikan, dan ancaman terhadap keberagaman hayati. Polda Lampung memperkirakan potensi kerugian negara akibat aktivitas ilegal ini mencapai Rp9,3 miliar.

 

Editor : Bambang.S.P|BENSORINFO.COM