Yunizar BE 1 Law: Sertifikat Fidusia Tak Bisa Paksa Debitur, Dukung Polda Lampung Usut Dugaan Perampasan Mobil

IMG-20251010-WA0051

Foto : Yunizar Akbar, SH, dari LBH Lebah Megachile Dorcata sekaligus Managing Director BE 1 Law Firm Lampung,

Polda Lampung Selidiki Kasus Pajero Viral: Penarikan Paksa Jadi Sorotan

Lampung – Kasus dugaan perampasan mobil Pajero yang viral di Lampung kini tengah menjadi perhatian serius aparat penegak hukum. Peristiwa yang sempat terekam publik dan bahkan terjadi negosiasi antara pemilik kendaraan dengan sejumlah debt collector di halaman Mapolda Lampung itu kini masuk tahap penyelidikan oleh Ditreskrimum Polda Lampung.

Kapolda Lampung Irjen Helmi Santika melalui Direktur Reserse Kriminal Umum, Kombes Indra Hermawan, menegaskan bahwa penyelidikan kasus ini mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18 Tahun 2019. Dalam aturan tersebut, sertifikat jaminan fidusia tidak bisa dijadikan dasar bagi pihak leasing atau debt collector untuk melakukan penarikan paksa kendaraan, kecuali sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

“Penarikan hanya dapat dilakukan setelah ada putusan pengadilan dan permohonan jaminan fidusia di Pengadilan Negeri. Tanpa itu, tindakan mengambil paksa kendaraan bisa berpotensi melanggar hukum,” ujar Kombes Indra menegaskan.


Advokat Yunizar Akbar: Sertifikat Fidusia Bukan Dasar Mutlak Ambil Kendaraan

Advokat asal Lampung, Yunizar Akbar, SH, dari LBH Lebah Megachile Dorcata sekaligus Managing Director BE 1 Law Firm Lampung, menyatakan dukungannya terhadap langkah tegas Polda Lampung dalam mengusut tuntas dugaan perampasan mobil tersebut.

Menurutnya, banyak masyarakat yang belum memahami posisi hukum jaminan fidusia. Ia menegaskan, sertifikat fidusia tidak serta-merta memberi kewenangan pada pihak leasing untuk memaksa debitur menyerahkan kendaraannya tanpa proses hukum.

“Jika finance atau debt collector hanya mengandalkan sertifikat fidusia tanpa putusan pengadilan, itu tidak mutlak. Mahkamah Konstitusi sudah menegaskan, konsumen tidak bisa dipaksa menyerahkan kendaraannya tanpa keputusan hukum yang tetap,” jelas Yunizar.

Lebih lanjut, Yunizar menilai tindakan debt collector yang menggunakan kekerasan atau ancaman saat menarik kendaraan dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum, bahkan berpotensi dijerat dengan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan.


Dukungan untuk Tegaknya Keadilan

Kasus ini membuka kembali diskusi publik soal praktik penarikan kendaraan oleh debt collector yang kerap meresahkan masyarakat. Yunizar menilai, langkah Polda Lampung untuk menindaklanjuti kasus ini menjadi ujian penting bagi penegakan hukum dan perlindungan konsumen di Lampung.

“Ini momentum agar masyarakat tahu hak hukumnya, dan agar praktik penarikan paksa tanpa dasar hukum benar-benar dihentikan,” tegasnya.

 

Editor : Bambang.S.P|BENSORINFO.COM