Konflik Agraria di Desa Way Huwi Lampung Selatan : Warga Desak Pemerintah Bertindak Tegas

: Kades Way Huwi Saat menyampaikan permasalahan konflik agraria di Komisi 1 DPRD Lampung Selatan
BENSORINFO.COM — Konflik agraria di Desa Way Huwi, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan, terus berlanjut. Pada Selasa (14/1/2025), warga desa bersama tokoh adat dan aparat desa mendatangi kantor DPRD Lampung Selatan untuk memperjuangkan hak atas lapangan sepak bola dan area pemakaman yang telah lama menjadi fasilitas umum.
Masalah ini bermula dari klaim Hak Guna Bangunan (HGB) yang diajukan oleh PT. BTS, anak perusahaan dari CV. Bumi Waras (BW). Klaim tersebut dianggap mengabaikan kepentingan masyarakat yang telah memanfaatkan lahan tersebut selama puluhan tahun.

Anggota Komisi I DPRD Lampung Selatan, Dwi Riyanto dari fraksi Partai Gerindra, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) menjelaskan bahwa permasalahan ini bermula dari pengalihan status tanah. Menurutnya, peta lokasi pada HGB PT. BTS awalnya berada di wilayah Tanjung Bintang sebelum masuk ke wilayah Way Huwi, berdasarkan HGB yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Kami hanya berperan sebagai mediator dalam menyelesaikan persoalan ini, karena bukan kewenangan kami untuk mengambil keputusan akhir,” ujar Dwi Riyanto. Ia menyayangkan ketidakhadiran pihak BPN dan PT. BTS dalam rapat tersebut, yang seharusnya bisa mempercepat penyelesaian masalah ini.
Dwi juga mengapresiasi perjuangan warga Way Huwi yang telah melaporkan masalah ini hingga ke tingkat Wakil Presiden, DPD RI, dan DPR RI. “Saat ini kejaksaan sedang menyelidiki kasus mafia tanah di Lampung, termasuk penggeledahan di BPN. Kami berharap masalah di Way Huwi juga diusut tuntas,” tambahnya.
Kepala Desa Way Huwi, Muhammad Yani, menegaskan bahwa lahan tersebut telah menjadi milik desa sejak 1968, termasuk area pemakaman yang telah digunakan oleh masyarakat. Ia mencurigai adanya penyimpangan dalam proses penerbitan HGB untuk PT. BTS.
“Kami meminta agar HGB perusahaan tersebut tidak diperpanjang dan pemerintah segera bertindak menyelesaikan konflik ini,” ujarnya. Muhammad Yani juga menyebut bahwa kasus serupa tidak hanya terjadi di Way Huwi, tetapi juga di daerah lain di Lampung, yang diduga melibatkan mafia tanah.
Tokoh adat Lampung, Irjen Pol. (Purn) Drs. H. Ike Edwin, SH., MH., MM., yang turut hadir dalam rapat, menjelaskan sejarah tanah tersebut sebagai bagian dari tanah adat Kedamaian yang telah dihuni sejak 1939. Ia menambahkan bahwa tanah tersebut diajukan sebagai lapangan olahraga dan pemakaman pada 1970-an dan disetujui tanpa kendala. Namun, pada 1996, CV. BW mengajukan izin HGB dan memagari tanah itu, meski fasilitas umum tersebut telah digunakan jauh sebelum perusahaan hadir.
“Ini aneh. Peta BPN bahkan tidak mencantumkan keberadaan lapangan dan pemakaman yang sudah ada. Mengapa HGB diterbitkan untuk tanah yang digunakan masyarakat?” tegas Ike Edwin.
Ketua Komisi I DPRD Lampung Selatan, Agus Sartono, menegaskan dukungannya terhadap perjuangan warga. Ia meminta agar BPN dan PT. BTS segera hadir untuk memberikan klarifikasi.
“Kenapa izin HGB bisa keluar di atas tanah yang sudah jelas digunakan masyarakat? Ini harus diselesaikan dengan hati nurani,” katanya. Agus optimis konflik ini dapat diatasi dengan solusi terbaik sehingga fasilitas umum yang digunakan masyarakat tetap terjaga.
Sementara itu, masyarakat terus mendesak pemerintah, termasuk Presiden dan Satgas Mafia Tanah, untuk segera bertindak menyelesaikan kasus ini, sesuai komitmen pemerintah dalam memberantas mafia tanah di Indonesia.
Editor : Bambang.S.P
BENSORINFO.COM